Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo kembali menjadi sorotan publik setelah menyampaikan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Polri terus mengalami peningkatan. Pernyataan ini merujuk pada hasil Survei Litbang Kompas yang menempatkan Polri dalam tiga besar lembaga negara paling dipercaya oleh publik.
Namun, di tengah derasnya arus informasi di media sosial dan maraknya kritik terhadap aparat penegak hukum, muncul pertanyaan penting:
Apakah klaim ini benar-benar mencerminkan kenyataan di lapangan, atau sekadar angka statistik yang belum tentu dirasakan masyarakat secara luas?
Artikel ini akan mengulasnya secara objektif, membedakan data survei dengan pengalaman publik, serta mengajak pembaca menilai sendiri secara kritis.
Survei Litbang Kompas: Apa yang Disampaikan Data?
Survei Litbang Kompas merupakan salah satu lembaga survei yang cukup kredibel dan rutin melakukan pengukuran kepercayaan publik terhadap institusi negara. Dalam survei terbarunya, Polri disebut masuk dalam tiga besar lembaga dengan tingkat kepercayaan tertinggi, bersaing dengan lembaga seperti TNI dan Presiden.
Beberapa faktor yang disebut berkontribusi terhadap peningkatan kepercayaan tersebut antara lain:
-
Penanganan kasus-kasus besar yang lebih terbuka
-
Digitalisasi layanan kepolisian
-
Pendekatan humanis dalam pengamanan agenda publik
-
Reformasi internal yang diklaim terus berjalan
Dari sudut pandang metodologi, survei ini dilakukan dengan teknik statistik yang sah dan melibatkan responden dari berbagai latar belakang. Secara angka, klaim Kapolri memiliki dasar data.
Namun, apakah angka survei selalu identik dengan rasa keadilan yang dirasakan masyarakat?
Realitas di Lapangan: Suara Publik yang Beragam
Di sisi lain, ruang publik—terutama media sosial—menunjukkan gambaran yang lebih kompleks. Masih banyak keluhan dan kritik yang diarahkan kepada Polri, antara lain terkait:
-
Dugaan penyalahgunaan wewenang
-
Penanganan kasus yang dianggap tebang pilih
-
Lambatnya proses hukum bagi masyarakat kecil
-
Kasus-kasus viral yang menurunkan citra institusi
Fenomena ini menunjukkan bahwa kepercayaan publik bukan sesuatu yang seragam. Bisa jadi, sebagian masyarakat merasa pelayanan Polri semakin baik, sementara sebagian lain justru memiliki pengalaman negatif yang kuat.
Kepercayaan publik tidak hanya dibentuk oleh kebijakan pusat, tetapi juga oleh interaksi langsung masyarakat dengan aparat di tingkat bawah, seperti Polsek dan Polres.
Antara Citra Institusi dan Pengalaman Pribadi
Salah satu tantangan terbesar Polri saat ini adalah kesenjangan antara citra institusional dan pengalaman individual warga.
Dalam konteks survei nasional:
-
Responden menilai institusi secara umum
-
Penilaian sering dipengaruhi pemberitaan dan narasi media
Sementara dalam kehidupan sehari-hari:
-
Masyarakat menilai berdasarkan pengalaman pribadi
-
Satu kejadian buruk bisa membentuk persepsi jangka panjang
Inilah mengapa hasil survei yang positif tidak otomatis menutup ruang kritik, dan kritik yang keras tidak serta-merta membatalkan validitas survei.
Reformasi Polri: Progres atau Sekadar Narasi?
Kapolri Listyo Sigit Prabowo dikenal membawa slogan “Presisi” (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi Berkeadilan). Beberapa langkah reformasi memang terlihat, seperti:
-
Penggunaan teknologi dalam pelayanan publik
-
Penindakan terhadap oknum bermasalah
-
Upaya membuka ruang pengaduan masyarakat
Namun, tantangan terbesar adalah konsistensi dan pemerataan. Reformasi akan benar-benar dirasakan publik jika:
-
Penegakan hukum berjalan adil tanpa pandang bulu
-
Oknum bermasalah ditindak tegas secara transparan
-
Pelayanan di daerah terpencil setara dengan kota besar
Tanpa itu, reformasi berisiko hanya menjadi narasi elit, bukan perubahan struktural yang dirasakan masyarakat luas.
Klaim vs Persepsi Publik: Keduanya Bisa Sama-sama Benar
Penting untuk dipahami bahwa:
-
Klaim peningkatan kepercayaan publik bisa benar secara statistik
-
Kritik masyarakat juga bisa benar secara pengalaman nyata
Keduanya tidak saling meniadakan.
Justru, kritik publik seharusnya dilihat sebagai:
-
Alarm sosial
-
Bahan evaluasi internal
-
Bukti bahwa masyarakat masih peduli terhadap institusi Polri
Kepercayaan bukan sesuatu yang statis. Ia bisa naik, turun, dan berubah seiring waktu serta peristiwa.
Kesimpulan: Publik Berhak Menilai Sendiri
Apakah kepercayaan publik terhadap Polri benar-benar meningkat, atau hanya klaim berbasis survei?
Jawabannya bergantung pada sudut pandang masing-masing. Data survei memberikan gambaran makro, sementara pengalaman masyarakat mencerminkan realitas mikro.
Yang jelas, kepercayaan publik tidak bisa dipaksakan oleh klaim, tetapi harus dirawat melalui:
-
Konsistensi penegakan hukum
-
Transparansi
-
Akuntabilitas
-
Keberpihakan pada keadilan
Kini, penilaian ada di tangan publik.
👉 Menurut kamu, apakah klaim Kapolri sesuai dengan kenyataan yang kamu rasakan?
Tulis pendapatmu di kolom komentar dan ikut berdiskusi secara sehat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar