Banjir bandang dan longsor yang melanda Batangtoru, Sumatera Utara, kembali memunculkan persoalan serius terkait distribusi energi di wilayah bencana. Akses jalan yang tertutup material longsor bukan hanya menghambat mobilitas warga, tetapi juga memutus jalur distribusi kebutuhan vital, salah satunya Bahan Bakar Minyak (BBM).
Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, yang meninjau langsung lokasi terdampak, mengakui bahwa hingga saat ini pemerintah belum dapat memastikan stabilitas pasokan BBM di SPBU sekitar Batangtoru. Pasalnya, sejumlah jalur utama masih tertutup longsor sehingga kendaraan pengangkut BBM tidak dapat masuk.
Di tengah kondisi darurat ini, pemerintah mengambil langkah cepat dengan merelaksasi aturan penggunaan barcode BBM di tiga wilayah terdampak: Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Kebijakan ini diharapkan dapat mempercepat penyaluran energi kepada masyarakat. Namun, muncul pertanyaan besar: apakah relaksasi barcode cukup untuk mengatasi ancaman kelangkaan BBM di wilayah bencana?
Dampak Banjir Bandang dan Longsor: Distribusi BBM Terhenti Total
Bencana yang terjadi di Batangtoru tidak hanya menimbulkan kerusakan fisik, tetapi juga menghentikan hampir seluruh akses kendaraan. Jalan utama yang biasa dilalui truk pengangkut BBM mengalami kerusakan dan tertutup lumpur, sehingga distribusi terhenti total untuk sementara waktu.
Tanpa pasokan reguler, stok BBM di SPBU hanya bertahan beberapa hari. Warga yang membutuhkan BBM untuk kendaraan, genset, maupun keperluan darurat lain mulai resah karena antrean makin panjang.
Dalam kunjungannya, Bahlil Lahadalia menyatakan:
"Kita belum bisa pastikan stok BBM di SPBU karena jalur yang menuju lokasi masih tertutup longsor. Kami bersama pemerintah daerah sedang mencari alternatif distribusi."
Hal ini menunjukkan bahwa persoalan utama bukan hanya administrasi atau aturan penggunaan BBM, tetapi lebih kepada akses fisik pengiriman.
Relaksasi Barcode BBM: Apa Maksud dan Tujuannya?
Selama ini, pembelian BBM bersubsidi seperti Pertalite dan Solar wajib menggunakan barcode dari aplikasi MyPertamina. Sistem ini dibuat untuk memastikan subsidi tepat sasaran.
Namun, di tengah bencana, sistem ini justru dapat menjadi hambatan. Banyak warga kehilangan akses internet, ponsel rusak, atau tidak dapat mengaktifkan barcode di lokasi yang terdampak.
Untuk itu, pemerintah memutuskan relaksasi sementara aturan barcode khusus di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Artinya:
-
Pembelian BBM bersubsidi tidak wajib menggunakan barcode.
-
Petugas SPBU diberi kelonggaran untuk menjual BBM kepada warga terdampak.
-
Tujuannya adalah mempercepat distribusi dan menghindari antrean panjang.
Kebijakan ini tentu penting, namun muncul pertanyaan lanjutan: apakah ini cukup?
Mengapa Relaksasi Barcode Belum Menjadi Solusi Utama?
Secara logis, relaksasi barcode hanyalah solusi administratif—bukan solusi teknis di lapangan. Ada beberapa alasan mengapa kebijakan ini belum cukup untuk mengatasi kelangkaan BBM:
1. Jalur Distribusi Masih Terputus
BBM tetap tidak dapat masuk jika jalannya rusak atau tertutup longsor. Truk tangki tidak bisa lewat, sehingga relaksasi aturan tidak berdampak pada suplai.
2. SPBU Tetap Kehabisan Stok
Walaupun warga boleh membeli tanpa barcode, persediaan BBM tetap terbatas. Begitu stok habis, kebijakan relaksasi tidak membawa perubahan.
3. Tidak Semua SPBU Beroperasi
Beberapa SPBU bahkan ikut terdampak bencana, baik karena terendam, listrik mati, atau terputus jaringan komunikasi.
4. Akses Alternatif Masih Minim
Jika jalur utama putus, pemerintah perlu membuka akses baru atau menggunakan jalur darurat dengan kendaraan khusus.
Dengan kondisi seperti ini, relaksasi barcode lebih mirip upaya meringankan beban masyarakat, bukan strategi utama pemulihan distribusi energi.
Langkah Tambahan yang Perlu Dilakukan Pemerintah
Beberapa langkah berikut menjadi penting untuk benar-benar menjaga pasokan BBM:
1. Membuka Akses Darurat Secepatnya
Tim BPBD, PUPR, dan aparat perlu menargetkan pembukaan jalur minimal satu lajur agar truk tangki bisa masuk.
2. Menggunakan Moda Transportasi Alternatif
Jika jalur darat tidak memungkinkan, beberapa opsi bisa dipertimbangkan:
-
Pengiriman BBM menggunakan drone heavy payload (untuk genset fasilitas vital)
-
Distribusi lewat angkutan air jika lokasi memungkinkan
-
Penggunaan mobil off-road berkapasitas kecil untuk distribusi terbatas
3. Menambah Terminal BBM Sementara
Pemerintah dapat mendirikan storage kecil sebagai penampung sementara untuk mengurangi ketergantungan pada jalur utama.
4. Prioritas untuk Fasilitas Vital
Pasokan BBM harus diutamakan untuk:
-
Rumah sakit
-
Posko pengungsian
-
Fasilitas air bersih
-
Kendaraan operasional evakuasi
5. Edukasi dan Informasi Berkala
Pemerintah perlu menyampaikan informasi secara terbuka agar tidak muncul panic buying yang memperburuk situasi.
Apakah Kelangkaan BBM Bisa Dihindari?
Dengan relaksasi barcode dan koordinasi cepat di lapangan, kelangkaan BBM bisa ditekan, tetapi tetap bergantung pada seberapa cepat jalur distribusi dapat dibuka kembali. Jika pembukaan akses terlambat, risiko kelangkaan semakin besar, terutama untuk wilayah terpencil.
Kuncinya adalah kombinasi:
-
perbaikan akses distribusi,
-
koordinasi pusat–daerah,
-
kebijakan fleksibel seperti relaksasi barcode, dan
-
distribusi prioritas berbasis kebutuhan darurat.
Kesimpulan
Relaksasi barcode BBM adalah langkah cepat pemerintah untuk meringankan masyarakat terdampak bencana di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Namun kebijakan ini belum cukup untuk mengatasi persoalan utama yaitu putusnya jalur distribusi BBM akibat banjir bandang dan longsor di Batangtoru.
Selama akses kendaraan pengangkut BBM belum pulih, ancaman kelangkaan tetap ada. Pemerintah perlu melakukan langkah-langkah strategis tambahan untuk memastikan pasokan energi tetap terjaga, terutama bagi masyarakat yang sangat bergantung pada BBM untuk kebutuhan sehari-hari maupun keperluan darurat.
Ikuti terus perkembangan kondisi di Batangtoru dan wilayah terdampak lainnya untuk melihat bagaimana pemerintah dan masyarakat bekerja bersama memulihkan keadaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar