Di tengah amarah publik akibat banjir bandang dan kerusakan hutan yang terus berulang, sebuah ingatan lama kembali diputar ulang. Video debat capres bertahun-tahun lalu mendadak viral. Cuplikan ketika Joko Widodo menyebut Prabowo Subianto memiliki konsesi lahan besar di Kalimantan dan Aceh kembali beredar luas di media sosial.
Fenomena ini memunculkan pertanyaan tajam:
apakah ini sekadar kebetulan algoritma, atau ada kegelisahan yang belum pernah benar-benar dijawab?
Isu Lama yang Selalu Muncul Saat Hutan Rusak
Publik mencatat satu pola yang sulit diabaikan. Setiap kali terjadi:
-
banjir bandang
-
longsor besar
-
konflik lahan
-
isu deforestasi masif
narasi tentang penguasaan lahan oleh elite selalu kembali mencuat. Video lama itu seperti dipanggil ulang oleh kenyataan hari ini.
📌 Pertanyaannya sederhana tapi menusuk:
jika isu konsesi lahan ini fitnah, mengapa ia selalu relevan setiap kali bencana datang?
Bantahan Hashim Djojohadikusumo dan Babak Baru Polemik
Di tengah kegaduhan, Hashim Djojohadikusumo tampil memberikan bantahan keras. Ia menegaskan:
-
Prabowo Subianto tidak memiliki satu hektare pun kebun sawit
-
isu tersebut adalah disinformasi
-
ada kelompok tertentu yang terganggu oleh penertiban sawit ilegal
Bantahan ini tentu penting. Namun bagi publik, bantahan saja tidak cukup untuk meredam kecurigaan yang telah lama terakumulasi.
Publik Bertanya Lebih Tajam, Bukan Lebih Bising
Alih-alih tenang, publik justru mengajukan pertanyaan lanjutan yang lebih substantif:
➡️ Jika tidak punya, siapa sebenarnya pemilik konsesi besar itu?
➡️ Jika ini fitnah, mengapa data resmi tidak dibuka secara transparan?
➡️ Jika negara sudah tegas, mengapa banjir dan deforestasi terus berulang?
Pertanyaan-pertanyaan ini bukan serangan personal. Ini adalah tuntutan akuntabilitas.
Masalahnya Bukan Satu Nama, Tapi Sistem Penguasaan Lahan
Isu konsesi lahan sering kali terjebak dalam debat nama per nama. Padahal akar masalahnya lebih besar:
-
sistem penguasaan lahan skala besar
-
konsentrasi izin pada segelintir korporasi
-
lemahnya pengawasan lingkungan
-
konflik kepentingan politik dan bisnis
Selama struktur ini tidak dibongkar, siapa pun yang berkuasa akan selalu berada di bawah bayang-bayang kecurigaan publik.
Deforestasi, Sawit, dan Lingkaran Bencana
Deforestasi bukan isu abstrak. Dampaknya nyata:
-
hutan kehilangan fungsi resapan
-
sungai dangkal dan meluap
-
desa tenggelam saat hujan ekstrem
-
petani dan nelayan kehilangan sumber hidup
Ketika banjir datang, rakyat membayar harga paling mahal. Sementara perdebatan elite sering berhenti di bantahan dan klarifikasi, bukan pada pemulihan ekologis dan keadilan lingkungan.
Kenapa Rakyat Sulit Percaya?
Kecurigaan publik tidak lahir dari ruang hampa. Ia tumbuh karena:
-
data konsesi sulit diakses publik
-
penegakan hukum lingkungan tidak konsisten
-
pelanggaran sering berulang tanpa sanksi tegas
-
bencana terus terjadi di wilayah yang sama
Ketika transparansi minim, ketidakpercayaan menjadi logis.
Isu Lama Ini Bukan Nostalgia Politik
Viralnya video debat capres bukan sekadar romantisme politik masa lalu. Ia menjadi simbol bahwa:
🔥 ada pertanyaan yang belum dijawab
🔥 ada luka ekologis yang belum sembuh
🔥 ada keadilan yang belum ditegakkan
Ini bukan soal siapa menyerang siapa. Ini soal siapa menguasai lahan, siapa diuntungkan, dan siapa yang selalu jadi korban.
Elite Berdebat, Rakyat Menanggung Dampak
Sementara elite saling bantah di layar:
-
hutan terus menyusut
-
banjir semakin sering
-
desa-desa kembali tenggelam
-
rakyat dipaksa bertahan dengan kerugian
Kalimat yang paling jujur mungkin ini:
yang rusak bukan hanya hutan, tapi juga kepercayaan publik.
Transparansi Adalah Jalan Keluar
Jika memang tidak ada yang disembunyikan, maka solusi paling kuat adalah:
-
membuka data konsesi secara terbuka
-
memperjelas kepemilikan dan pengelolaan lahan
-
memperkuat audit lingkungan independen
-
memastikan penegakan hukum tanpa pandang bulu
Transparansi bukan ancaman. Ia adalah obat bagi kecurigaan.
Penutup: Siapa yang Benar-Benar Membayar Harga?
Hutan tenggelam.
Rakyat kebanjiran.
Elite saling bantah.
Lalu muncul pertanyaan terakhir yang tak pernah benar-benar dijawab:
siapa yang sebenarnya membayar harga dari semua ini?
Selama jawaban itu tidak jelas, ingatan lama akan terus diputar ulang.
Bukan karena dendam politik,
tetapi karena keadilan lingkungan belum hadir sepenuhnya.
🎥 Sumber video:
👉 https://youtu.be/LLPyoRBBfjQ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar