Bencana alam yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia beberapa tahun terakhir semakin menunjukkan bahwa alam tengah memberikan peringatan keras. Banjir bandang, longsor, kekeringan ekstrem, hingga cuaca yang tidak menentu bukan lagi hal yang jarang terjadi. Setiap musim hujan kita mendengar berita desa terendam, jalan putus, sungai meluap, rumah hanyut, atau bukit runtuh. Dan setiap kali bencana itu datang, Kang Dedi Mulyadi kembali mengingatkan satu hal penting: bencana tidak pernah datang tiba-tiba.
Menurutnya, alam selalu memberi tanda, selalu memberi sinyal, selalu menunjukkan gejala sebelum akhirnya “marah.” Ketika hutan ditebang, ketika gunung digunduli, ketika tanah kehilangan penopang, maka cepat atau lambat — alam akan menuntut keseimbangan yang hilang. Pesan sederhana ini menjadi cermin bagi kita semua: jangan menyalahkan alam saat bencana terjadi, lihat dulu apa yang sudah kita lakukan terhadapnya.
Artikel ini mengulas secara lengkap pesan Kang Dedi Mulyadi tentang krisis lingkungan, penyebab bencana yang sering diabaikan, dampaknya bagi masyarakat, serta bagaimana solusi konkret yang dapat diterapkan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat luas.
1. Hutan Indonesia: Penyangga Alam yang Kian Melemah
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan hutan tropis terbesar di dunia. Hutan bukan hanya pepohonan, melainkan sistem kehidupan yang kompleks: menyerap air, menyimpan cadangan tanah, menjaga keseimbangan udara, dan menjadi habitat berbagai flora dan fauna.
Namun dalam beberapa dekade terakhir, deforestasi menjadi masalah besar. Pembukaan lahan besar-besaran, illegal logging, alih fungsi hutan menjadi perkebunan, serta penambangan di kawasan rawan telah menggerus kekuatan alam itu sendiri.
Kang Dedi Mulyadi sering kali meninjau lokasi bencana dan menemukan pola yang sama: hutan di sekitar wilayah tersebut sudah rusak atau hilang. Ia mengatakan:
“Kalau hutannya hilang, jangan heran kalau air tidak lagi mengalir ke dalam tanah. Air itu akan turun langsung ke permukaan. Makanya banjir, longsor, dan jebol sana-sini.”
Fenomena ini bisa dilihat di banyak daerah. Ketika pohon ditebang, akar yang seharusnya menahan tanah pun ikut hilang. Tanah yang gembur dan tidak lagi memiliki penopang mudah longsor saat musim hujan. Sungai yang seharusnya dialiri air secara perlahan kini menerima debit besar sekaligus, sehingga meluap dalam hitungan jam.
2. Bencana Adalah Akumulasi Dari Kerusakan yang Dibiarkan
Salah satu pesan penting dari Kang Dedi adalah bahwa bencana bukan kejadian mendadak, melainkan hasil dari proses panjang yang diabaikan. Tidak ada bencana besar yang terjadi tanpa sebab.
Beberapa penyebab utama yang sering ditemukan:
a. Perambahan Hutan
Penebangan pohon secara masif untuk kayu, kebun, atau proyek tanpa analisis dampak lingkungan yang tepat.
b. Pertambangan di Daerah Rawan
Banyak bukit, gunung, atau kawasan lindung yang dibor untuk tambang emas, nikel, batu bara, dan sebagainya.
c. Aliran Sungai yang Diubah
Sungai dipersempit untuk kebutuhan pembangunan, dibeton berlebihan, atau dijadikan tempat pembuangan sampah.
d. Pemukiman di Zona Merah
Banyak rumah dibangun di daerah bantaran sungai dan lereng yang sebenarnya tidak layak huni.
e. Pengeringan Rawa dan Hutan Mangrove
Untuk perkebunan, reklamasi, atau proyek komersial.
Di berbagai daerah yang ia kunjungi, Kang Dedi menemukan kesamaan: kerusakan kecil yang dibiarkan terus membesar hingga akhirnya menimbulkan bencana besar.
3. Manusia vs Alam: Siapa Sebenarnya Yang Salah?
Kang Dedi sering menegaskan bahwa alam sejatinya tidak pernah “marah.” Alam hanya bekerja mengikuti hukum keseimbangan. Ketika satu sisi dirusak, sisi lain akan memberikan reaksi.
Banjir terjadi karena air tidak bisa lagi masuk ke tanah.
Longsor terjadi karena tanah tidak lagi memiliki akar penopang.
Kekeringan terjadi karena mata air hilang bersama hutan yang ditebang.
Dengan kata lain, ketika manusia kehilangan hutan, manusia sebenarnya kehilangan masa depannya sendiri.
4. Dampak Kerusakan Hutan Terhadap Kehidupan Masyarakat
Kerusakan hutan tidak hanya merugikan lingkungan, tetapi juga membawa banyak dampak sosial-ekonomi, seperti:
a. Banjir dan Longsor yang Menghancurkan Rumah
Setiap musim hujan, ribuan keluarga harus mengungsi karena rumah mereka diterjang air atau tanah runtuh.
b. Kerusakan Infrastruktur
Jalan retak, jembatan putus, akses logistik terhambat, sehingga mengganggu ekonomi lokal.
c. Hilangnya Sumber Air
Banyak desa kini mengalami kekeringan ekstrem karena mata air menghilang.
d. Turunnya Produktivitas Pertanian
Tanah yang rusak dan hilang kesuburannya tidak dapat lagi menghasilkan tanaman yang optimal.
e. Konflik Manusia dengan Satwa Liar
Ketika habitat hewan dirusak, satwa masuk ke permukiman untuk mencari makan.
f. Menurunnya Kualitas Udara
Akibat pembakaran hutan atau penggunaan bahan tambang yang intens.
Dampak ini semakin nyata dirasakan masyarakat miskin, karena mereka paling sulit melakukan mitigasi atau relokasi.
5. Pesan Moral Kang Dedi: “Jangan Tunggu Bencana Datang, Baru Kita Menyesal”
Dalam banyak kesempatan, Kang Dedi selalu menekankan bahwa menjaga lingkungan bukan hanya tugas pemerintah, tetapi tugas semua orang. Ia berharap masyarakat tidak hanya bereaksi setelah bencana terjadi, tetapi melakukan pencegahan sedari awal.
Pesan yang sering ia sampaikan:
-
Hutan harus dijaga, bukan ditebang sembarangan.
-
Sungai harus dibersihkan, bukan jadi tempat sampah.
-
Gunung harus dilindungi, bukan digali seenaknya.
-
Tanah harus dibiarkan bernafas, bukan semuanya ditutupi beton.
Menurutnya, budaya masyarakat harus berubah: dari yang awalnya eksploitasi, menjadi konservasi. Dari merusak, menjadi merawat. Dari mengejar untung jangka pendek, menjadi menjaga kelestarian jangka panjang.
6. Solusi Praktis yang Dapat Dimulai dari Masyarakat
Kang Dedi tidak hanya bicara, tetapi memberi contoh nyata. Ia sering memimpin penanaman pohon, membersihkan sungai, hingga membangun kampanye pelestarian lingkungan.
Beberapa hal yang dapat dilakukan masyarakat:
a. Menanam Pohon di Lingkungan Rumah
Satu rumah satu pohon bisa menjadi gerakan besar jika dilakukan massal.
b. Membuat Lubang Resapan Biopori
Berguna untuk menampung air hujan dan mencegah banjir.
c. Tidak Membuang Sampah ke Sungai
Kesadaran sederhana yang sangat berdampak.
d. Mengurangi Penggunaan Plastik Sekali Pakai
Karena akhirnya plastik ini banyak yang berakhir di sungai atau laut.
e. Mendukung Produk Ramah Lingkungan
Agar industri ikut terdorong membuat sistem yang tidak merusak hutan.
f. Mengedukasi Anak Tentang Alam
Anak yang cinta alam tidak akan merusaknya saat dewasa.
7. Peran Pemerintah: Kebijakan Lingkungan Harus Tegas & Konsisten
Tidak bisa dipungkiri bahwa kerusakan hutan sering terjadi karena lemahnya pengawasan. Banyak tambang ilegal, banyak pembalakan liar, dan banyak proyek yang merusak alam tetapi tetap berjalan.
Kebijakan lingkungan harus:
-
Tidak tebang pilih dalam penegakan hukum.
-
Memastikan izin industri tidak merusak daerah resapan.
-
Menghentikan tambang di zona rawan bencana.
-
Mewajibkan perusahaan melakukan reboisasi.
-
Mengedukasi masyarakat tentang mitigasi bencana.
Kang Dedi menekankan bahwa pemerintah tidak boleh kalah oleh kepentingan kelompok tertentu.
8. Lingkungan Adalah Warisan untuk Anak Cucu
Pesan terakhir yang paling menyentuh dari Kang Dedi adalah tentang masa depan. Menurutnya, lingkungan tidak hanya untuk generasi sekarang, tetapi warisan bagi generasi mendatang.
Jika hutan habis, anak cucu kita kehilangan sumber air.
Jika sungai rusak, mereka kehilangan tempat hidup yang bersih.
Jika udara tercemar, kesehatan mereka terancam.
Kita mungkin bisa membeli banyak hal, tetapi tidak pernah bisa membeli kembali hutan yang hilang.
Kesimpulan: Bencana adalah Alarm dari Alam
Kang Dedi Mulyadi mengingatkan bahwa bencana bukan muncul tiba-tiba. Ada proses panjang yang terjadi sebelumnya, dan proses itu sering kali disebabkan oleh tangan manusia sendiri.
Pesan ini adalah ajakan untuk berubah.
Ajakan untuk sadar.
Ajakan untuk bertanggung jawab.
Sebelum semuanya terlambat, mari jaga hutan, jaga alam, jaga masa depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar