Kepala Desa di Buol Diduga Injak Al-Qur’an Saat Bantah Tuduhan Pelecehan Seksual, Warga Geram
Buol – Peristiwa mengejutkan terjadi di Desa Timbulon, Kecamatan Paleleh Barat, Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah. Seorang Kepala Desa (Kades) diduga melakukan tindakan kontroversial dengan menginjak Al-Qur’an saat mengucapkan sumpah untuk membantah tuduhan pelecehan seksual yang diarahkan kepadanya.
Kronologi Kejadian
Informasi yang beredar menyebutkan bahwa peristiwa ini terjadi di hadapan sejumlah warga dan tokoh masyarakat. Kepala Desa yang tengah menghadapi tuduhan pelecehan seksual mencoba meyakinkan publik akan ketidakbersalahannya. Dalam prosesi sumpah, ia memilih menggunakan Al-Qur’an sebagai simbol kejujuran, namun justru diduga menginjak kitab suci tersebut saat mengucapkan sumpah.
Tindakan ini sontak memicu kegemparan. Sebagian warga langsung bereaksi dan menilai aksi tersebut sebagai bentuk pelecehan terhadap kitab suci umat Islam.
Reaksi Warga dan Tokoh Masyarakat
Warga Desa Timbulon dan tokoh agama setempat mengecam keras tindakan Kades tersebut. Mereka menilai perbuatan ini melukai perasaan umat Islam, merusak nilai-nilai moral, dan mencoreng nama baik jabatan Kepala Desa.
“Sebagai pemimpin, seharusnya ia menjadi teladan. Apa pun alasannya, menginjak Al-Qur’an adalah tindakan yang tidak pantas dan tidak dapat dibenarkan,” ujar salah satu tokoh agama setempat.
Tanggapan Pemerintah Daerah
Pemerintah Kabupaten Buol melalui Camat Paleleh Barat menyatakan akan segera melakukan pemanggilan terhadap Kades yang bersangkutan. Proses klarifikasi akan dilakukan untuk memastikan kebenaran informasi tersebut sebelum mengambil langkah hukum atau sanksi administratif.
“Kami akan memanggil pihak terkait, termasuk saksi-saksi yang hadir saat kejadian. Ini adalah masalah sensitif yang harus ditangani dengan hati-hati,” kata Camat Paleleh Barat.
Perspektif Hukum
Dari sisi hukum, tindakan menginjak Al-Qur’an dapat dikategorikan sebagai penodaan agama jika terbukti dilakukan dengan sengaja. Hal ini diatur dalam Pasal 156a KUHP yang mengatur larangan penodaan terhadap agama dan ajaran yang dianut di Indonesia.
Selain itu, tuduhan pelecehan seksual yang dialamatkan kepada Kades juga akan menjadi perhatian aparat penegak hukum. Kedua kasus ini berpotensi diproses secara terpisah namun tetap saling berkaitan dalam aspek reputasi dan etika pejabat publik.
Suara dari Aktivis dan LSM
Sejumlah aktivis dan LSM di Sulawesi Tengah juga angkat suara. Mereka mendorong agar pemerintah daerah tidak hanya memberikan sanksi administratif, tetapi juga memastikan proses hukum berjalan jika ditemukan unsur pelanggaran pidana.
“Kita tidak boleh memandang enteng peristiwa ini. Tindakan seperti ini dapat menimbulkan keresahan dan memicu perpecahan di masyarakat,” kata salah satu aktivis.
Reaksi di Media Sosial
Peristiwa ini cepat menyebar ke media sosial. Video dan foto yang diduga memperlihatkan aksi Kades menjadi viral di platform seperti Facebook, X (Twitter), dan TikTok. Banyak warganet yang mengecam keras dan menuntut agar pelaku segera diberhentikan dari jabatannya.
Namun, ada pula pihak yang meminta publik untuk menunggu hasil investigasi resmi sebelum mengambil kesimpulan.
Pentingnya Etika Kepemimpinan
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya etika kepemimpinan, terutama bagi pejabat publik di tingkat desa. Seorang pemimpin desa bukan hanya bertugas mengurus administrasi, tetapi juga menjadi panutan bagi warganya.
Tindakan atau gestur yang keliru, apalagi yang berkaitan dengan simbol atau kitab suci agama, dapat menimbulkan krisis kepercayaan di masyarakat.
Langkah yang Diharapkan Masyarakat
Banyak pihak berharap agar penyelidikan dilakukan secara transparan. Jika terbukti bersalah, Kades harus diberi sanksi tegas sesuai hukum yang berlaku. Sebaliknya, jika terbukti tidak melakukan perbuatan tersebut, klarifikasi harus disampaikan ke publik untuk menghindari fitnah.
Kesimpulan
Kasus dugaan Kades Timbulon menginjak Al-Qur’an saat membantah tuduhan pelecehan seksual telah memicu kemarahan publik. Proses hukum dan klarifikasi resmi menjadi langkah penting untuk mengungkap kebenaran. Di tengah masyarakat yang majemuk, kehati-hatian dalam bersikap dan menghormati simbol agama adalah hal mutlak bagi setiap pemimpin.
Sumber: Laporan warga dan pantauan media lokal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar